
Koperasi Indonesia menghadapi fase krusial jelang suksesi kepemimpinan nasional beberapa pekan kedepan, sekaligus pergantian tahun yang tinggal tiga bulan lagi. Kalangan koperasi perlu antisipatif sekaligus menyiapkan strategi menghadapi regulasi perkoperasian terbaru.
Hal tersebut mengemuka dalam paparan pakar ekonomi dan koperasi Indonesia Prof.Dr. Ahmad Subagyo, yang dikemukakan dalam acara Silaturahmi Nasional (SILATNAS) Forum Silaturahmi Mitra Aulia Indonesia (FORSIMIA) ke-7, di Denpasar, 13 – 15 September.
Prof. Dr. Ahmad Subagyo, secara spesifik memaparkan aspek regulasi dan tantangan koperasi syariah ke depan, serta strategi menghadapi tahun 2025.
Subagyo mengeksplorasi tiga aspek utama dalam regulasi dan pengawasan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yaitu aspek kepatuhan, aspek prudential, dan aspek keberlanjutan. Serta pentingnya regulasi dan pengawasan yang tepat terhadap Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dalam memberikan layanan keuangan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan unbankable. Subagyo juga tak menampik, bahwa menjamin keberlangsungan usaha dari Koperasi Simpan Pinjam itu sendiri lebih penting.
Sebagai gambaran, saat ini terdapat sekitar 127 ribu unit Koperasi aktif di Indonesia, dengan total aset mencapai Rp251 triliun dan jumlah anggota lebih dari 27 juta orang.
“Salah satu tantangan utama yang dihadapi koperasi syariah, adalah maraknya kasus gagal bayar pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP), baik koperasi syariah maupun konvensional,” papar Subagyo.
“Lemahnya sistem pengawasan telah membuka celah bagi oknum untuk menghindari pengawasan yang prudent dan terjadinya mismanagement. Kasus-kasus ini telah menyebabkan kerugian besar dan merusak citra koperasi di mata masyarakat,” imbuh Subagyo.
Untuk menghadapi tantangan ini, Prof. Subagyo menekankan pentingnya penguatan tata kelola, manajemen risiko, dan pengawasan yang lebih efektif. Lebih lanjut, diperlukan pula adaptasi terhadap perubahan regulasi, terutama UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
“Koperasi perlu mempersiapkan diri untuk transisi dari sistem terbuka (open loop) ke tertutup (close loop) sesuai kebijakan pemerintah hingga Juni 2024″. Untuk itu, demikian Subagyo, menghadapi tahun 2025 koperasi membutuhkn beberapa strategi kunci. Pertama, digitalisasi dan inovasi teknologi, termasuk adopsi sistem informasi manajemen koperasi dan layanan keuangan digital. Kedua, diversifikasi produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan anggota dan pasar yang terus berkembang. Ketiga, peningkatan efisiensi operasional melalui optimalisasi penggunaan teknologi dan potensi konsolidasi atau merger dengan koperasi lain.
Prof. Subagyo juga menekankan pentingnya penguatan permodalan, peningkatan kualitas SDM, dan kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk lembaga keuangan lain, fintech, dan UMKM. Khusus untuk koperasi syariah, Subagyo menyarankan agar fokus pada pemberdayaan anggota melalui peningkatan literasi keuangan dan pengembangan program-program yang mendukung peningkatan kapasitas ekonomi anggota.
“Visi Koperasi Indonesia 2030 (menuju 2045) koperasi di sektor riil akan tumbuh melalui program hilirisasi di semua sektor, dengan koperasi sebagai pelaku utamanya. Pasar modal koperasi di kalangan anggota akan terbangun, dan Usaha Simpan Pinjam Koperasi akan menjadi contoh nyata koperasi yang sejati dengan jumlah ideal mencapai 9.125 unit di berbagai skala. Dengan menerapkan strategi-strategi yang tepat, koperasi syariah akan mampu menghadapi tantangan dan berkontribusi signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional,” pungkas Prof Subagyo.(*/prio)