IKPRI
Sejarah

Sejarah

Sejarah IKPRI

Pidato radio Bung Hatta pada 12 Juli 1951 menegaskan kembali cita-cita untuk meneguhkan eksistensi koperasi Indonesia sebagai jalan perbaikan hidup rakyat. Kondisi perekonomian saat itu kurang kondusif, ditandai dengan meroketnya harga-harga barang yang tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan. Kondisi demikian dialami juga oleh kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang hidup prihatin di tengah Inflasi tinggi.


Timbul keinginan untuk memperbaiki taraf hidup para abdi negara. Tingginya harapan publik kepada PNS sebagai abdi negara, belum diimbangi dengan kemampuan Pemerintah RI untuk memperbaiki taraf ekonominya. Muncul ide mendirikan koperasi sebagai solusi. Atas dorongan Raden Panji Soeroso yang kebetulan menjabat Menteri Sosial pada saat itu, inisiasi Koperasi Pegawai Negeri terus diamatangkan.


Setahun pasca pidato Bung Hatta, tepatnya 12 Juli 1952 di Jakarta, didirikan Pusat Koperasi Pegawai Negeri. Raden Panji Soeroso yang saat itu menjabat Menteri Urusan Pegawai RI dijadikan sebagai pelindung. Guna memperkuat jaringan, rencana pembentukan terus diperluas. RP Soeroso bahkan sampai perlu menyurati gubernur seluruh Indonesia agar membantu berdirinya Koperasi Pegawai Negeri di daerah masing-masing.


Sejak itu, bermunculan koperasi pegawai negeri di sejumlah kota besar. Diantaranya Surabaya, Semarang, Bandung Yogyakarta, Makassar, Medan, dan lain-lain. Untuk mempersatukan koordinasi dibentuklah Badan Koordinasi Koperasi Pegawai-Pegawai Negeri (BKKPN) di Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat yang diketuai langsung oleh RP Soeroso. Di level Provinsi, PKPN semakin eksis.


Pada 14 – 15 Oktober 1955 diadakan rapat bersama PKPN-PKPN tingkat provinsi di Jakarta. Salah satu keputusannya adalah menyetujui pembentukan Badan Koordinasi PKPN seluruh Indonesia yang diketuai RP Soeroso. Tanggal 15 Oktober pula kemudian ditetapkan sebagai kelahiran IKPRI.


Pada 19-22 November 1958, diadakan kongres untuk mendirikan Gabungan PKPN seluruh Indonesia, di Bandung.
Menimbang pertumbuhan KPN di kota-kota besar seluruh Indonesia yang pesat maka pada 22 November 1954 keluar surat perdana Menteri Ali Sastro Amidjojo No.34146/54 yang berisi surat edaran 18/RI/1954 ikhwal koperasi Pegawai negeri.

Atas usaha Menteri Sosial RP Soeroso, maka pemerintah memberikan prioritas kepada KPN untuk memperoleh bahan-bahan kebutuhan (sembako) dengan harga pokok. Diantaranya :

  • Beras dari YUBM
  • Rokok dari BAT
  • Gula dari Nivas
  • Tekstil (import)
  • Minyak Tanah dari BPM
  • Sabun, margarin dll dari Unilever

Pada 7 April 1957, keluar surat PM Ali Satroamidjojo No. 9190/55 berisi surat edaran No.4/RI/1955 tentang pembebasan Pegawai Negeri untuk keperluan KPN yang dapat bekerja secara penuh bagi koperasinya.


Terbitnya UU No.79/1958 sebagai pengganti UU Koperasi No.179/1949 maka kedudukan koperasi mendapat tempat yang lebih layak. Berdasarkan keputusan Konferensi PKPN seluruh Indonesia yang diadakan di Bandung tanggal 21 Nopermber 1958 Badan Koordinasi PKPN seluruh Indonesia berganti nama menjadi Koordinasi Gabungan PKPN Seluruh Indonesia dan RP Soeroso tetap sebagai ketua Umum.


Dekrit Presiden 1959 tentang berlakunya kembali UUD RI 1945 direspon pemerintah dengan mengeluarkan PP No. 60/1959 tentang pergerakan koperasi. Pemerintah lebih aktif menumbuhkan, mendorong, membimbing, mengawasi dan melindungi pergerakan koperasi.


Mengacu PP no. 60/1959 maka struktur organisasi KPN meliputi :

  • PKPN tingkat provinsi menjadi GKPN tingkat provinsi
  • KPN-KPN yang mempunyai daerah kerja kabupaten/kotamadya menjadi Pusat Koperasi Pegawai Negeri (PKPN) Kabupaten/Kotamadya
  • Gabungan PKPN seluruh Indonesia menjadi Induk Koperasi Pegawai Negeri Seluruh Indonesia (IKPN SI), tingkat nasional. Adapun KPN yang berada di kantor-kantor atau instansi menjadi Primer Koperasi Pegawai Negeri.

Kegiatan koperasi Pegawai Negeri di Indonesia, diantaranya adalah menyalurkan bahan pokok (sembako), yang dituangkan dalam PP No 140/1960 yang berakibat Koperasi Pegawai Negeri kehilangan kemandirian. Pada tahun 1961 Gabungan PKPN seluruh Indonesia berubah menjadi Induk Koperasi Pegawai Negeri Seluruh Indonesia (IKPNSI) melalui Rapat Anggota Tahunan.


Lahirnya UU No.12/1967 menuntut koperasi untuk berusaha berjalan sesuai dengan jatidirinya. Dari level Induk hingga KPN mulai melakukan penyesuaian. Saat itu, jumlah anggota IKPN mencapai 14 GKPN/PKPN level provinsi dan 200 PKPN serta 4.327 KPN dengan anggota perorangan mencapai 523.729 orang.


Dalam kondisi yang belum sepenuhnya kondusif, Ketua Umum IKPNSI RP Soeroso melobby Pak Harto, yang akhirnya berkenan mengeluarkan SK Presiden No.36 tahun 1969 yang menetapkan sebagian dari potongan gaji pegawai negeri untuk modal koperasinya. Keppres ini akhirnya disempurnakan menjadi keppres No.22 taun 1970.


Melalui pemotongan gaji Pegawai negeri, secara bertahap dana dihimpun IKPN dan pada 1970 mulai disalurkan kepada GKPN/PKPKN di daerah-daerah. Dengan modal Keppres No.22 tahun 1970, KPN mulai mekar kembali. Saat itu kantor IKPN mula-mula di Jalan Krawang No.4 Jakarta. Lantas pindah di jalan Gondangdia Lama nomor 21 Jakarta Pusat dan kini menjadi Jalan RP Soeroso 21 Jakarta Pusat. Keduanya merupakan kediaman RP Soeroso.


Mempertimbangkan kaderisasi dan usia lanjut, pada 1982 RP Soeroso menyerahkan estafet kepemimpin IKPN kepada Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Menimbang jasa RP Soeroso, dalam satu rapat IKPN menetapkan RP Soeroso sebagai Bapak Koperasi Pegawai Negeri.


Dalam RA khusus pada 23 Juli 1985 di Batu, Malang, AD/ART IKPNSI diubah menjadi IKPN RI dengan BH No.4453 b/12-67. Selanjutnya untuk menyesuaikan dengan UU No.25/1992 dan sekaligus menyesuaikan nama dan organisasi Korpri maka pada 1995 IKPN RI berubah menjadi Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKPRI) dengan badan hukum baru 002/BH/PAD/MI/IV/1995 tertanggal 4 April 1995 (*)